Mencium Tangan Sang Tuan



Hari sedang turun hujan ketika Ganjar bertemu Subari, seorang petani asal Desa Kalibareng, Kendal. Ganjar sebelumnya memang sudah mendengar ada seorang warga yang menyumbangkan tanahnya untuk pembangunan embung. Namun baru kali itu, keduanya bertatap muka secara langsung.


Di tepian sawah, dengan berteduh di bawah payung seadanya, sosok rambut putih itu bertanya kepada Subari kenapa mau menyumbangkan tanahnya. Polos dan jujur, Subari menjawab agar petani sekitar tak lagi kesulitan air.


Saat itulah Ganjar merebut tangan Subari, lalu menciumnya dengan takzim. Ada rasa haru yang segera menyelimuti pertemuan itu.


Sudah sering kita mendengar penolakan warga atas pembangunan yang dilakukan kepala daerah. Entah masalah pengadaan lahan, ataupun kemanfaatan pembangunan yang dinilai kurang jelas hingga menuai protes.


Namun kisah Subari ini justru sebaiknya. Ia justru menghibahkan tanahnya untuk mendukung program gubernur Ganjar Pranowo. Tak tanggung-tanggung, tanah yang disumbangkan seluas 1600 m2, atau lebih dari satu setengah hektare. Jika diuangkan pastilah mencapai lebih dari Rp. 500 juta.


Tak mungkin Subari bersedia menyerahkan tanahnya cuma-cuma jika program pembangunan embung yang diinisiasi Ganjar tak memberikan manfaat yang besar.


Gerakan seribu embung gagasan Ganjar memang sudah berjalan sejak 2015, dengan tujuan menaikkan produktivitas pertanian. Ganjar menyadari, potensi pertanian di Jawa Tengah cukup besar. Namun beberapa wilayah masih terkendala kesulitan air, terutama saat musim kemarau.


Persoalan itu pun diatasi Ganjar dengan dihadirkannya embung. Embung akan berfungsi menampung air saat musim hujan dan bisa digunakan sebagai irigasi pertanian saat musim kemarau.


Pembangunan yang semula ditargetkan 1000 unit itu, kini bahkan sudah melampaui target. Pembangunan embung di atas lahan Subari tersebut menggenapkan pencapaian ke 1135 embung yang sudah dibangun Ganjar. Dengan anggarannya Rp. 3,47 milyar yang bersumber dari APBD Jateng.


Petani senang. Wajah mereka sumringah. Bukan karena mendapatkan perhatian, sebab itu memang sudah kewajiban pemerintah. Namun harapan mereka mengantongi hasil panen yang lebih baik ada di depan mata karena program yang tepat guna dari seorang pemimpin.


Para petani yang sebelumnya hanya bisa dua kali tanam dalam setahun, kini sudah bisa tanam ketiga. Hasilnya pun lebih bagus. Seperti yang dirasakan para petani di Desa Guworejo, Kabupaten Sragen. Jika sebelumnya satu hektar menghasilkan 5 ton padi, mereka kini mudah menghasilkan 7 ton dalam sekali panen.


Keberpihakan Ganjar kepada para petani sebenarnya sudah terlihat sejak pertama kali menjabat. Selama dua periode memimpin, dedikasinya untuk sektor pertanian terus dibuktikannya.


Ganjar sampai sekarang tetap tegas menolak beras impor. Sebab Jateng terus dimaksimalkan menjadi penyangga pangan terbesar tanah air. Hasil beras produksi petani Jawa Tengah sudah dikirim kemana-mana. Produksi padi di Jawa Tengah mencapai 9,7 juta ton, berasnya 5,5 juta ton, serta luas panen 1,7 juta hektare.


Bahkan di tangan Ganjar, Jateng meraih penghargaan Abdi Bakti Tani karena nilai ekspor komoditas pertanian di Jawa Tengah tertinggi se-nasional. Penghargaan itu diserahkan oleh Wakil Presiden KH Maruf Amin, pada Senin, 13 September 2021. Peningkatan nilai ekspor komoditas pertanian di Jeteng mencapai Rp. 8,3 triliun. Disusul nomer dua Kalimantan Timur Rp. 6,7 triliun dan Jambi Rp. 5,1 triliun.


Itulah jalan sunyi Ganjar Pranowo membangun pertanian di Jateng. Sebuah pengabdian yang kemudian membawa Jateng memperoleh penghargaan, hingga mampu mengetuk hati warganya untuk menyumbangkan sebidang tanah.


Kedua mata Ganjar sempat bekaca-kaca saat mendengar penuturan Subari. Dari sana terasa kerelaan dan keikhlasan hati seorang petani bernama Subari. Meski sebagai pemimpin, Ganjar pun tak malu untuk mencium tangannya.


Itu adalah respon yang spontan, tak terduga, dan mengagetkan. Namun dari sana saya justru melihat, itulah yang membedakan Ganjar dengan pemimpin lainnya. Ia sosok pemimpin yang benar-benar mau menjunjung tinggi tuannya; yaitu rakyat, atau kita semua.

0 Response to "Mencium Tangan Sang Tuan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel